Diskusi bertema “Tenurial di wilayah Otorita (IKN dan Pariwisata) dan Daerah Otonomi Khusus/Istimewa” telah berlangsung pada Senin (16/10) pada konferensi Tenurial Indonesia 2023, di Gedung Serbaguna Senayan.
Diskusi dimoderatori oleh Nadya (HUMA) dengan narasumber yaitu, Muhammad Arman (AMAN), Mia Siscawati (Akademisi UI), Iwan Nurdin (Majelis Pakar KPA), Pastor Bernardus Wos Baru (Ordo Santo Agustinus).
Lahirnya kebijakan mengenai pembentukan daerah khusus/otorita menimbulkan banyak sekali masalah agraria hingga sumber daya alam. Kasus ini bukanlah kasus yang baru kita kenal, hal ini telah ada dari jaman Orde Baru yang mana hadirnya satu badan yang ada di suatu wilayah yang diberikan kekuasaan khusus dalam agraria, contohnya Badan Otorita Batam. Hingga lahirnya suatu program baru tentang pembangunan ibu kota baru yang sering kita kenal dengan sebutan Ibu Kota Nusantara (IKN).
Perkembangan IKN menjadi satu isu yang sangat hangat untuk dibahas dalam Konferensi Tenurial 2023 ini. Iwan Nurdin selaku salah satu narasumber berpendapat bahwa pemerintah sangatlah terburu-buru dalam mengambil tindakan untuk pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan. “IKN bukanlah sesuatu yang urgent dan saya meyakini itu 100%, apalagi harus dibungkus dalam undang-undang. Dalam 10 tahun kedepan APBN akan mengalokasikan dana untuk pembangunan IKN” tuturnya.
Proyek IKN membuka peluang besar bagi investor untuk menanamkan modalnya, salah satu modelnya yang berselisih kontra dalam agraria yaitu investor diberi hampir dua abad HGU diatas hak pengelolaan badan otorita. Berdasarkan UU Ciptaker di atas hak pengelolaan lahan (HPL) boleh terbit HGU, hak pakai, dan bahkan HGB. Namun jangka waktu yang diberikan melanggar ketentuan UUPA yaitu 180 tahun untuk HGB dan 195 tahun untuk HGU.
Menurut Iwan Nurdin ada tiga harapan soal keberlanjutan IKN. Antara lain, jika IKN tetap dijalankan, maka aturan agraria harus dikembalikan pada dasar-dasar pengaturan agraria sesuai dengan UUPA; Dasar pengaturan tata ruang terkait ibu kota negara harus didesain sesuai dengan kenyamanan rakyat; Badan otorita adalah badan yang setara dengan kementerian sehingga aturan tidak mengabaikan hasil dimasa depan.
Selain itu, Muhammad Arman mewakili AMAN berpendapat bahwa pembangunan IKN tidak dimaksudkan untuk memperkuat kesejahteraan petani, masyarakat adat, bahkan kelompok rentan di sana. Kata Arman “IKN haruslah memiliki tujuan, IKN dibangun untuk mendistribusikan kesejahteraan”. Menurut Arman membangun ibu kota baru bukanlah jalan pintas untuk keluar dari masalah, melainkan dengan memperkuat desentralisasi kota-kota yang telah ada. Perlu adanya badan khusus untuk bekerja memastikan masyarakat bisa diakomodir dalam satu kebijakan badan otorita dan perlu ditetapkan dalam undang-undang IKN. IKN layaknya negara tanpa warga negara karena tidak memiliki representasi perwakilan di tingkat daerah hanya ada di pusat yaitu DPR.
Mia Siscawati selaku akademisi UI memberikan pendapatnya terkait HAM. Menurutnya, setiap warga negara memiliki hak yang harus diperolehnya dan bersifat wajib. Hak berpartisipasi secara kritikal, memberikan kontribusi, dan mendapatkan manfaat sebesar-besarnya. “Seharusnya pembangunan IKN harus dikembangkan dengan pendekatan yang menghormati dan melindungi HAM” lanjutnya.
Pastor Bernardus Wos Baru (OSA) menceritakan kondisi permasalahan agraria di Papua. Bernardus Wos Baru mengatakan bahwa perlunya pengetahuan dasar kepada masyarakat terkait hutan, tanah dan alam.