Selasa (25/7), Debat Filsafat Hukum bertajuk “Otoritarianisme Plato vs Demokrasi Aristoteles”, berlangsung di Hall Lt. 8 FH Tower Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya, Palembang. Debat ini sendiri mempertemukan antara Rian Adhivira Prabowo (Pusat Kajian Hukum Kritis & Demokrasi Fakultas Hukum Universitas Negeri Jember) dengan Tanius Sebastian, (Dosen Universitas Katolik Parahyangan).
Rian mengusung teori otoritarianisme Carl Schmitt untuk menyerang konsep demokrasi yang selama ini berlangsung. Rian mencoba mencari kompatibilitas otoritarianisme dalam sistem demokrasi dengan pertanyaan-pertanyaan pada kedua sistem tersebut.
Rian memulai dengan pertanyaan bagaimana demokrasi punya potensi membunuh dirinya sendiri termasuk juga konstitusi. Schmitt punya teori soal konstitusi yang dibedakan dengan hukum konstitusi.
Menyitir Schmitt, Rian mengatakan dalam sebuah konstitusi ada sesuatu yang tidak tertulis di dalam konstitusi yang sebenarnya melindungi dirinya sendiri, hal ini agar tidak terjadi perubahan.
Selain itu, Schmitt juga mempertanyakan konsep kemanusiaan (humanisme universal) yang malah dapat memicu penghancuran total. “Menurut Schmitt, jika ingin bertarung itu sampai titik darah penghabisan, jangan pakai kategorisasi yang sifatnya kemanusiaan universal“, kata Rian.
Menurut Rian, teori yang diusung Schmitt ini memang berasal dari kondisi Jerman pasca Perang Dunia I (1918), transformasi dari monarki ke republik pemerintahan Jerman dan situasi parlemen yang tidak ada mayoritas mutlak.
Dari sinilah Rian mencoba menyerang konsep demokrasi yang menghargai kemanusiaan itu. Rian meminjam gambaran kota Gotham dalam serial film Batman yang dipenuhi oleh kejahatan itu untuk membayangkan teori otoritarianisme untuk diterapkan.
“Bagaimana jika Gotham yang dipenuhi kejahatan itu, memunculkan orang-orang baik untuk melawan”, kata Rian. Rian pun menyinggung sikap apa yang dilakukan Tanius jika dalam semesta Gotham yang merupakan lawan debatnya.
Pada kesempatan Tanius, dirinya memulai dengan beberapa pertanyaan soal anti otorianisme dan demokrasi yang dicita-citakan.
Tanius juga mengatakan jika konstitusi yang dikritik oleh otoritarianisme a la Schmitt itu adalah Rechtsstaat. Rechtsstaat diartikan sebagai peran negara dalam kehidupan publik.
Tanius juga mengatakan jika teori Schmitt itu disamakan dengan demokrasi liberal-konstitusional yang punya ciri-ciri yaitu pluralis, netral, prosedural, diskursif dan deliberatif yang berarti bisa diputar ke kanan maupun kiri. “Mau ke kanan boleh, mau ke kiri boleh”, tambah Tanius.
Selain itu Tanius pun menganggap jika teori Schmitt mempunyai gelagat semacam stoikisme yang eksistensial mendahului segala penjelasan struktural. Menurut Tanius, ini termasuk pada istilah conjectural doctrine. “Jadi, segala sesuatu yang dimunculkan ini belum ada bukti”, tandas Tanius.
Tanius pun mengatakan teori Schmitt yang dipaparkan Rian itu berada di ruang realis. “Keadaan di mana keilmiahan tentang yang sosial adalah yang alamiah itu hanya di atas kertas”, tambah Tanius.