Suara Agraria, 16 April 2014 – Ada wacana menyandingkan Hatta Radjasa sebagai wapresnya Jokowi. Dikhawatirkan pelaksanaan agenda reforma agraria kembali hanya mimpi, karena MP3EI. Ini pertanyaan besar buat PDI-P, partai yang berkomitmen hendak mensejahterakan wong cilik. Apakah pemikiran Hatta dengan MP3EI-nya itu bisa sejalan dengan misi PDI-P?Memang kenapa dan ada apa dengan MP3EI atau Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia itu ? Perlu diketahui salah satu penggagas MP3EI adalah Hatta Radjasa, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Bersama-sama dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Ketua DPP Partai Amanat Nasional itu bercita-cita melakukan pemerataan pembangunan di seluruh pelosok Indonesia lewat program MP3EI.
Program yang mengusung “Not Business As Usual” itu dianggap sebagai langkah strategis percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia selama 15 tahun, terhitung dari tahun 2011 hingga 2025.
Untuk mencapai itu, pembangunan infrastruktur dan investasi besar-besaran mau tidak mau harus dilakukan, dibuka lebar-lebar. Total investasi untuk program ini ditargetkan mencapai Rp. 4000 triliun (Data Setkab).
Apa yang salah dengan program ini dikaitkan dengan agenda reforma agraria ? Jika premis yang digunakan adalah “pembangunan yang merata akan meningkatkan kesejahteraan rakyat” tentu bisa membuat yang berakal sehat tersenyum kecut sambil garuk-garuk kepala.
Ini premis ngaco, ngawur dan sempit, seperti tidak pernah belajar ilmu Filsafat di bangku kuliah. Pertanyaannya, pembangunan yang merata itu dilakukan dengan cara yang bagaimana?
Membuka investasi lebar-lebar? Betul dapat mensejahterakan rakyat, sayangnya yang sejahtera itu adalah rakyat Amerika, rakyat Eropa, rakyat Jepang dan rakyat-rakyat asing lainnya.
Dengan investasinya tersebut diperolehlah keuntungan besar sehingga meningkatkan pendapatan negara-negara itu, nah, semakin meningkatlah kesejahteraan rakyat mereka.
Bagaimana dengan rakyat kita? Semakin tersingkirkan. Tidak ada MP3EI saja sudah tersingkirkan. Pembangunan infrastruktur selain membutuhkan uang yang banyak (investasi) tentu juga membutuhkan tanah yang banyak.
Direktur Epistema Institute, Myrna A. Safitri, Ph.D. mengkhawatirkan perlindungan negara terhadap hak warga negara atas tanah dalam pelaksanaan MP3EI. “Saat ini saja perlindungan negara terhadap hak warga negara atas tanah sangat memprihatinkan, bagaimana dengan adanya MP3EI ini?,” ujarnya.
Menurutnya, MP3EI dalam prakteknya menstimulus investor untuk menguasai lahan lebih banyak lagi demi kepentingan bisnisnya. Lalu ketimpangan penguasaan lahan kian merajalela.
Senada dengan itu, Ony Mahardika (Aktivis WALHI) menegaskan, MP3EI mengancam keselamatan rakyat. Definisi keselamatan masyarakat sangat luas dan mencakup berbagai aspek: hak konstitusional¸kehidupan yang layak, keadilan, pendidikan yang berkualitas, lingkungan hidup yang sehat dan lain-lain.
Ia lalu memberikan gambaran sebagai berikut: jika satu hektar saja mampu menghidupi 100 orang, mengingat pelaksanaan MP3EI membutuhkan ribuan hektar lahan, maka berapa ratus ribu orang (bahkan jutaan) yang keselamatannya terancam
Kalau logika pasar bebas yang dipakai dalam MP3EI, maka yang akan terjadi adalah aparatur penegak hukum dan para kepala daerah berlomba-lomba melindungi kepentingan bisnis. Ngeri!
Data Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menunjukkan, di tahun 2013 kemarin, hampir setiap hari terjadi konflik agraria, atau total 369 kasus. Korban jiwa akibat konflik dinyatakan naik 525% jika dibandingkan tahun 2012.
“Meningkatnya jumlah korban tewas dalam konflik agraria tahun ini sangat memprihatinkan dan menandakan bahwa masyarakat telah menjadi korban langsung dari cara-cara ekstrim dan represif pihak aparat keamanan (TNI/Polri),” terang Iwan Nurdin, Sekjen KPA
Data yang memprihatinkan sekaligus mengerikan.
Memang belum ada penelitian lebih lanjut tentang apakah data KPA itu berkorelasi positif signifikan dengan program MP3EI. Tapi kalau data itu kita jadikan patokan untuk memprediksi bagaimanakah peran program MP3EI yang rakus tanah itu ke depan, berarti konflik agraria dan kekerasan akan terus meningkat setiap tahunnya.
Karena, kembali kepada pernyataan Myrna tadi, tanpa pelaksanaan MP3EI saja, perlindungan negara terhadap warga negara atas tanah sudah sangat menyedihkan.
Kembali kepada pasangan Jokowi-Hatta Rajasa. Jika PDI-P memilih Hatta menjadi pendamping Jokowi, maka yang kemungkinan yang terjadi adalah partai banteng dan Jokowi akan kewalahan.
Kewalahan karena, Hatta pasti akan kekeh dengan Program MP3EI-nya. Sedangkan PDI-P dan Jokowi mengusung kesejahteraan wong cilik. Pasti bentrok dan tidak akan ketemu, seperti minyak dengan air. PDI-P akan tersandera dengan visi dan misi koalisinya itu.
Kalau dipaksakan, pasti akan menjadi beban politik buat Jokowi dan PDI-P ke depan. Rakyat akan meminta pertanggungjawaban, “PDI-P di manakah slogan wong cilikmu? Mana itu Indonesia hebat yang mandiri itu?”
Lalu, agenda reforma agraria yang hendak mewujudkan “tanah untuk kesejahteraan rakyat” kembali menjadi mimpi, mimpi disiang bolong yang sudah berlangsung berpuluh-puluh tahun lamanya.
Sumber : http://suaraagraria.com/detail-20294-hatta-rajasa-wapres-jokowi-reforma-agraria-mimpi-lagi.html