Jakarta – Presiden Joko Widodo secara langsung memberikan Surat Keputusan Pengakuan Hutan Adat kepada sembilan kelompok masyarakat hukum adat, seluas 13.122,3 hektare pada acara Peresmian Pengakuan Hutan Adat, Jumat, 30 Desember 2016 di Istana Negara.
Langkah tersebut diapreasi dan dianggap sebagai langkah awal yang positif yang mengakui eksistensi hutan adat di Indonesia.
Direktur Epistema Institute, Luluk Uliyah, mengatakan itu di Jakarta, Kamis (5/1). Menurut Luluk, apa yang sudah diputuskan Presiden harus diapreasi. Dan itu upaya pemerintah yang positif.
“Harus diapresiasi besar karena setelah empat tahun keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bahwa hutan adat tidak lagi berada di dalam hutan Negara, Negara akhirnya memberikan pengakuan hutan adat kepada masyarakat hukum adat,” tuturnya.
Namun ia tetap berharap agar pengakuan hutan adat ini tidak hanya berhenti pada 9 hutan adat itu saja, tetapi berlanjut pada masyarakat adat lainnya.
Karena saat ini ada ribuan masyarakat adat yang sedang menunggu pengakuan.
Untuk itu, pemerintah harus lebih aktif dalam mendorong pengakuan hutan adat dengan memfasilitasi proses pengakuan yang lebih cepat, efektif dan efisien.
“Yang pasti surat keputusan dari Presiden ini adalah bentuk pengakuan terhadap hak masyarakat adat dalam mengelola hutan secara administratif,” katanya.
Presiden sendiri kata Luluk dalam pernyataannya menegaskan bahwa itu merupakan langkah awal dari sikap politik pemerintah untuk mengakui hak masyarakat adat. Pengakuan tersebut, menurut Presiden, akan terus berlanjut karena jumlah masyarakat adat cukup banyak.
Untuk itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) ditugaskan melakukan langkah-langkah yang efektif sehingga target Pemerintah bisa terwujud.
Dalam hal ini, Presiden menyitir kembali target Pemerintah yang dituangkan dalam RPJMN untuk membagikan 12,7 juta hektar lahan kepada rakyat, kelompok tani, masyarakat adat agar bisa menikmati kekayaan hutan Indonesia, hutan bangsa sendiri.
Dahniar Adriani, Direktur Perkumpulan HuMa Indonesia, menambahkan untuk mencapai percepatan pengakuan hutan adat seperti yang sudah jadi komitmen Jokowi, HuMa maupun Epistema melihat perlunya sejumlah langkah konkrit dan tindakan hukum Pemerintah.
Pertama ujar Dahniar langkah yang perlu dilakukan pemerintah adalah memangkas prosedur yang panjang dan rumit.
Sembilan hutan adat yang diakui saat ini merupakan hasil dari proses panjang dan rumit selama dua tahun.
Proses tersebut harus direfleksikan kembali agar lebih efektif dan efisien.
Kedua melaksanakan penetapan hutan adat secara aktif, selain melalui mekanisme permohonan oleh masyarakat hutan adat.
Permen LHK 32/2015 terkait itu menganut dua mekanisme, yaitu aktif dan pasif.
Karena itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tidak sekedar memangkas dan membikin prosedur yang efektif dan efisien.
Namun juga termasuk mekanisme aktif untuk proses pendataan, pengakuan, dan penetapan. ags/AR-3
Sumber: koran-jakarta.com