Jakarta (RiauNews) – Masyarakat adat Kasepuhan Kabupaten Lebak, Banten, menagih percepatan pengakuan kepada Pemerintahan Joko Widodo yang selaras dengan gerakan nasional penyelamatan sumber daya alam.
Direktur Epistema Institute Myrna Safitri di Jakarta, Jumat mengatakan, percepatan pengakuan terhadap masyarakat adat penting dilakukan, karena sejalan dengan komitmen Presiden Joko Widodo dan deklarasi 29 kementerian dan lembaga.
Seperti diketahui dalam deklarasi tersebut disebutkan bahwa salah satu upaya penyelamatan sumber daya alam adalah memberikan pengakuan terhadap masyarakat hukum adat di seluruh Indonesia, agar hak-hak mereka dilindungi sehingga dapat memberikan jaminan untuk memanfaatkan sekaligus melindungi sumber daya alam di wilayahnya.
“Karena itu penyusunan Raperda pengakuan masyarakat Kasepuhan di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten ini mendesak dilakukan untuk melaksanakan Putusan MK Nomor 35 Tahun 2012 dan kebijakan Pemerintah mengalokasikan hutan untuk rakyat,” katanya.
Perubahan hukum dan kebijakan di tingkat nasional, menurut dia, memperkuat keberadaan wilayah adat dan wilayah kelola rakyat. Mulai dari Putusan MK Nomor 35/PUU-X/2012 mengenai Hutan Adat, UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa sampai dengan Program Pemerintah melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 yang memberikan target alokasi kawasan hutan seluas 12,7 juta hektare (ha) untuk dikelola oleh masyarakat serta distribusi lahan seluas sembilan juta ha untuk kegiatan pertanian.
Ia mengatakan berbagai permasalahan yang dialami oleh Masyarakat Kasepuhan di Kabupaten Lebak menuntut diperlukannya kebijakan baru dari Pemerintah, khususnya Pemerintah Daerah untuk melakukan koreksi atas kebijakan yang telah dilakukan selama ini.
Manager Kampanye dan Advokasi RMI Mardha Tilla mengatakan langkah strategis untuk membangun kebijakan baru tersebut dimulai dengan mengakui keberadaan hak Masyarakat Kasepuhan atas wilayahnya.
“Peraturan Daerah (Perda) menjadi pilihan hukum yang diambil oleh warga Kasepuhan, seperti yang tercantum dalam Putusan MK Nomor 35 Tahun 2012. Upaya ini didorong menjadi landasan warga Kasepuhan untuk mempertahankan Hutan Adat, memastikan wilayah adat (wewengkon) dan tetap memanfaatkan hutan sebagai sumber penghidupannya,” katanya.
Menurut dia, lebih dari tujuh Kasepuhan (Citorek, Cibedug, Cisitu, Cirompang, Karang, Pasir Eurih, dan Ciptagelar) yang wewengkon-nya ditunjuk sebagai Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) sedang memperjuangkan haknya bersama dengan SABAKI (Kesatuan Adat Banten Kidul).
Sumber : riaunews.com