UPAYA penyelamatan sumber daya alam sudah pasti sejalan dengan pemberian pengakuan pada masyarakat adat.
Sesuai dengan isi deklarasi dari 29 kementerian dan lembaga, dengan memberikan pengakuan pada masyarakat hukum adat, hak mereka terlindungi dan menjadi jaminan bagi mereka untuk memanfaatkan sekaligus melindungi sumber daya alam yang ada di wilayahnya.
Beberapa waktu lalu, Epistema Institute dan Rimbawan Muda Indonesia (RMI) mengadakan lokakarya Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Masyarakat Kasepuhan bersama DPRD Kabupaten Lebak, Banten.
Direktur Epistema Institute Myrna Safitri mengatakan penyusunan Raperda pengakuan masyarakat kasepuhan di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, sebagai bagian dari upaya melaksanakan putusan MK No 35/2012 dan kebijakan pemerintah terkait dengan pengalokasian hutan untuk rakyat.
Selain itu, berbagai permasalahan yang dialami masyarakat kasepuhan di Kabupaten Lebak menuntut diberlakukannya kebijakan baru dari pemerintah, khususnya pemerintah daerah, untuk mengoreksi apa yang telah dilakukan selama ini.
“Perubahan hukum dan kebijakan di tingkat nasional memperkuat keberadaan wilayah adat dan wilayah kelola rakyat. Perda menjadi pilihan hukum yang diambil warga Kasepuhan untuk mempertahankan hutan adat, memastikan wilayah adat, dan memanfaatkan hutan sebagai sumber penghidupan,” ucap Manajer Kampanye dan Advokasi RMI Mardha Tilla.
Sejumlah tujuh kasepuhan (Citorek, Cibedug, Cisitu, Cirompang, Karang, Pasir Eurih, dan Ciptagelar) yang wilayah adatnya ditunjuk sebagai Taman Nasional Gunung Halimun Salak sedang memperjuangkan haknya bersama Kesatuan Adat Banten Kidul (Sabaki).
Sumber : mediaindonesia.com