MALANG — Sebanyak 538 komunitas masyarakat adat ditetapkan setelah diterbitkannya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012 pada 16 Mei 2013 atau disebut Putusan MK 35.
“Jumlah komunitas masyarakat adat yang ditetapkan dengan produk hukum daerah memang mengalami peningkatan pasca-Putusan MK 35,” kata Malik, Direktur Hukum dan Kebijakan Epistema Institute, yang dihubungi Proklamasi dari Malang, Selasa, 31 Januari 2017.
Menurut Malik, sejak Mei 2013 hingga Desember 2016 terdapat 17 produk hukum daerah yang secara spesifik mengakui keberadaan masyarakat adat yang tersebar di 13 kabupaten/kota dalam 10 provinsi. Penetapan itu dilakukan melalui 7 surat keputusan bupati dan 6 peraturan daerah di tingkat kabupaten.
Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, paling banyak membuat peraturan daerah yang menetapkan komunitas masyarakat hukum adat yang mencakup 519 kasepuhan. Kasepuhan ini terdiri dari kasepuhan inti, kokolot lembur dan gurumulan/rendangan.
Anggota Dewan Pakar Epistema Institute Yance Arizona memaparkan, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa telah memperkenalkan nomenklatur Desa Adat yang menuntut pemerintah daerah untuk melakukan penataan desa, salah satunya dengan menentukan status desa/kelurahan biasa dan desa adat.
Beberapa daerah, kata Yance, telah menindaklanjuti amanat UU Desa dengan menetapkan desa adat. Per Desember 2016 tercatat ada 133 Desa Adat yang telah dikukuhkan dalam produk hukum daerah.
Penetapan Desa Adat melalui produk hukum daerah terbanyak ada di Kabupaten Rokan Hulu, Provinsi Riau. Pemerintah daerah setempat menerbitkan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2015 untuk menetapkan 89 Desa Adat. Sedangkan Kabupaten Siak, Riau, menerbitkan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2015 untuk menetapkan 8 kampung adat.
Selain dalam bentuk peraturan daerah, penetapan Desa Adat ditetapkan pula melalui keputusan bupati, seperti Keputusan Bupati Jayapura Nomor 320 Tahun 2014 tentang Pembentukan 36 Kampung Adat.
Namun, menurut Direktur Eksekutif Epistema Institute Luluk Uliyah, dari 133 Desa Adat yang telah ditetapkan melalui produk hukum daerah, belum ada satu pun yang telah mendapatkan registrasi dan kode desa dari Kementerian Dalam Negeri.
Geliat perubahan kebijakan mengenai masyarakat adat semakin terasa sejak pemberlakuan Putusan MK 35. Selain mempengaruhi pembaruan hukum di tingkat nasional, putusan tersebut telah mendorong hadirnya berbagai produk hukum daerah mengenai masyarakat adat.
Sejak Putusan MK 35 terdapat 69 produk hukum daerah baru mengenai masyarakat adat, mulai dari pengakuan terhadap keberadaan masyarakat adat, wilayah adat, hutan adat, lembaga dan peradilan adat, serta desa adat. Luas wilayah adat juga semakin luas dari 15.199 hektare sebelum ada Putusan MK 35 menjadi 213.541 hektare setelah terbit Putusan MK itu.
Dengan kata lain, kata Luluk, “Terjadi penambahan seluas 197.541 hektare dalam tiga tahun atau 65.847 hektare setiap tahunnya.”
Di tingkat nasional pun muncul pengakuan hukum yang lebih konkret. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengeluarkan Surat Keputusan yang mengakui 9 hutan adat dengan luas 13.097,99 hektare yang penyerahannya dilakukan oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara pada 30 Desember tahun lalu. ABDI PURMONO
Sumber: http://proklamasi.co/