2016 Tahun Penuh Konflik Agraria
Kebijakan pemerintah Jokowi yang pro rakyat terbukti belum mampu meredamkan konflik agraria yang terjadi di Indonesia. Tak kurang dari 450 konflik agraria terjadi sepanjang tahun 2016. Jumlah ini meningkat hampir dua kali lipat dari konflik yang terjadi pada tahun 2015.
“Ini terjadi karena adanya kontradiksi dari kebijakan untuk reforma agraria, perhutanan sosial, dan hutan adat berbarengan dengan kebijakan yang meliberalisasi sumber-sumber agraria,” jelas Dewi Kartika, Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria dalam Konferensi Pers Catatan Akhir Tahun KPA.
Dewi menambahkan bahwa selama dua tahun Kabinet Kerja, belum ada landasan hukum untuk penyelesaian kasus-kasus agraria. Sampai saat ini, draft Perpres Reforma Agraria dan Penyelesaian Kasus-Kasus Pertanahan di Kawasan Hutan belum juga ditandatangani.
“Maka wajar saja ekskalasi konflik terus bertambah, karena format kebijakan yang dimiliki oleh pemerintah kita merestui konflik agraria terjadi,” tegas Alamsyah, anggota Ombudsman RI.
Alamsyah menambahkan bahwa 0,2% warga Indonesia menguasai 74% keseluruhan wilayah Indonesia. Artinya segelintir orang menguasai satu juta hektar tanah disaat satu juta orang tidak mempunyai tanah sama sekali.
“Untuk itu, solusi penyelesaian konflik agraria, yang bisa dilakukan adalah melakukan reforma agraria pada HGU premium bukan sekedar pada tanah terlantar dan mencabut 3.386 IUP cacat hukum di seluruh wilayah Indonesia,” tambah Alamsyah. [05/01/17]