Dari Reformasi Agraria ke Studi Agraria
“Masih relevankah reformasi agraria di Indonesia?” demikian pertanyaan salah satu Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Brawijaya saat berkunjung ke kantor Epistema Institute pada 9 Juni 2015. Pertanyaan ini muncul dari hasil penelitian kecilnya di Kabupaten Kediri, Jawa Timur terkait dengan penguasaan tanah. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa masyarakat di sana tidak membutuhkan reformasi agraria.
Myrna Safitri, Direktur Epistema Institute justru menyampaikan bahwa kesimpulan tersebut bisa menjadi pertanyaan penelitian lebih lanjut yang menggali lebih mendalam mengapa masyarakat di wilayah penelitian tersebut tidak membutuhkan reformasi agraria. Jangan-jangan di wilayah penelitian tersebut masyarakatnya telah sejahtera, ekonominya telah kuat dan mereka telah memiliki lahan yang luas.
Karena saat ini masih banyak terjadi ketimpangan penguasaan lahan. Rata-rata kepemilikan lahan petani hanya 0,36 ha. Sementara perusahaan-perusahaan perkebunan dan pertambangan memiliki lahan yang sangat luas.
Tak hanya mengenai reformasi agraria, para mahasiswa juga mendiskusikan tentang kedaulatan pangan, ketersediaan lahan, hingga perdagangan bebas.
Diskusi ini dilakukan dalam kunjungan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Brawijaya yang tergabung dalam Center of Agrarian Law Student (COALS). Kunjungan ini merupakan studi ekskursi untuk memperdalam pemahaman mereka atas isu agraria. Sebanyak 14 mahasiswa dan 2 dosen pembibing turut serta dalam kunjungan ini. Tak hanya ke Epistema Institute, mereka juga akan datang ke kantor Litbang Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN dan ke kantor Mahkamah Agung.
Epistema Institute sendiri memiliki kegiatan bersama anak muda yang bertajuk Epistema Young Agrarian Scholar (EYAS). Dalam kegiatan EYAS, mereka diajak untuk berlatih untuk mendalami studi Agraria dan pendekatan Metodologi Sosio Legal dalam Studi Agraria.
Yunizar Wahyu menyampaikan bahwa mereka tertarik untuk ikut serta dalam EYAS di 2015 ini. [ ]