Putusan Mahkamah Konstitusi No. 35/PUU-X/2012 semakin menegaskan diperlukannya pengakuan dari negara terhadap keberadaan dan hak-hak masyarakat adat. Setelah keluarkannya putusan tersebut, tuntutan untuk melahirkan peraturan operasional dan penetapan masyarakat adat melalui peraturan dan kebijakan daerah semakin menguat. Ini dikarenakan sebagian besar peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan masyarakat adat menghendaki dibentuknya peraturan daerah yang mengukuhkan keberadaan masyarakat adat.
Dengan semangat yang hampir sama, Pemerintah dan DPR menyetujui dibentuknya UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Dalam UU Desa terdapat ketentuan mengenai desa adat yang didesain sebagai salah satu wujud hukum dari keberadaan masyarakat adat. Hampir sama dengan kebanyakan peraturan perundang-undangan, penetapan masyarakat adat sebagai desa adat dalam UU Desa juga dilakukan dalam bentuk peraturan daerah.
Daerah menjadi wadah bagi lahirnya peraturan dan kebijakan pengakuan terhadap keberadaan dan hak-hak masyarakat adat. Sebenarnya selama ini telah banyak inisiatif daerah yang ditandai lahirnya berbagai Peraturan Daerah dan Surat Keputusan Kepala Daerah yang berisi pengakuan terhadap masyarakat adat. Di Kabupaten Lebak telah ada Perda No. 32 Tahun 2001 tentang Perlindungan Hak Ulayat Masyarakat Baduy. Selain itu pada tahun 2013 juga dikeluarkan SK Bupati Lebak No. 430/Kep.298/Disdikbud/2013 mengenai Pengakuan Keberadaan Masyarakat Adat di Wilayah Kesatuan Adat Banten Kidul.
Dalam Workshop Mekanisme Identifikasi Masyarakat Adat dan Pilihan Hukum untuk Pengakuan Wilayah Masyarakat Kasepuhan yang diselenggarakan oleh Epistema Institute, Perkumpulan HuMa dan RMI pada 25-26 Februari 2014, beberapa narasumber menyampaikan pandangannya untuk menemukan pilihan-pilihan hukum, peluang serta tantangan dalam mendorong pengakuan hukum terhadap wilayah Masyarakat Kasepuhan di Kabupaten Lebak.
Narasumber-narasumber tersebut antara lain Joni Purba (Kementerian Lingkungan Hidup), Yando Zakaria (Lingkar Pembaruan Desa dan Agraria – KARSA), Dahniar Andriani (Peneliti Epistema Institute), Yance Arizona (Epistema Institute), Sandra Moniaga (Komisioner Komnas HAM), Herry Yogaswara (Peneliti LIPI), Herwasono Sudjito (Mantan Ketua Tim Terpadu Perubahan Fungsi Kawasan Hutan TNGHS) dan Ade Sumardi (Wakil Bupati Kabupaten Lebak). [ ]