Diskusi terfokus
Kajian terhadap Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN No. 5 Tahun 1999
“Alih-alih mendapatkan kembali tanah dan kekayaan alam kita yang dicuri, diri dan sisa kepunyaan kita pun harus diperdebatkan ada-tidaknya oleh para ahli dan politisi”.
Bertempat di Hotel Sahati, Jakarta pada tanggal 5 Juni 2012, Epistema Institute menyelenggarakan sebuah diskusi terfokus untuk membahas hasil kajian mengenai Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN No. 5 Tahun 1999. Peraturan ini terkait dengan pedoman penyelesaian masalah hak ulayat masyarakat hukum adat. Kajian dilakukan oleh Noer Fauzi Rahman, Yance Arizona, Siti Rakhma Mary dan Nurul Firmansyah.
Peraturan Menteri Agraria ini adalah peraturan perundang-undangan pertama setelah UUPA yang menegaskan mengenai definisi, kriteria dan prosedur pengakuan hak ulayat. Terdapat sejumlah masalah hukum dalam materi pengaturan Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN No. 5 Tahun 1999. Di antaranya persyaratan penentuan kriteria keberadaan hak ulayat berdasarkan penelitian dan legalisasinya melalui Peraturan Daerah. Dalam kenyataannya hal ini memerangkap masyarakat hukum adat ke dalam proses identifikasi diri yang ada di tangan otoritas akademik dan politik lokal tanpa peluang memadai bagi adanya identifikasi diri sendiri.
Kajian ini mendapat tanggapan dari Dr. Kurnia Toha (Kepala Pusat Hukum dan Humas BPN) dan Sandra Moniaga, S.H. Demikian pula peserta diskusi lain memberikan masukan terhadap penyempurnaan draf laporan hasil penelitian.
Dalam pembahasannya, Dr. Kurnia Toha dan Sandra Moniaga menegaskan pentingnya kajian ini, antara lain dalam konteks implementasi Nota Kesepahaman AMAN-BPN dan perlindungan hak asasi manusia.
Bagi Epistema Institute, penyelenggaraan kajian ini adalah salah satu upaya untuk turut menyumbangkan gagasan mengenai pembaruan hukum terkait masyarakat hukum adat, tanah dan kekayaan alamnya. Selanjutnya, Epistema bekerja sama dengan sejumlah organisasi masyarakat sipil lain akan terus mengupayakan adanya instrumen hukum yang sederhana, cepat, dan memberikan keadilan guna pengakuan terhadap tanah-ranah komunal masyarakat hukum adat. (MS).