Menuntut Janji yang Diingkari
“Presiden Harus Memastikan Gubernur Jawa Tengah Patuhi Putusan MA”
PERNYATAAN SIKAP: MASYARAKAT SIPIL UNTUK KEADILAN KENDENG
Setelah berjuang lebih dari dua tahun dalam proses peradilan, warga Rembang memenangkan gugatan pembatalan Izin Lingkungan PT Semen Indonesia dalam tahap Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung. Objek sengketa dalam gugatan antara warga Rembang dan WALHI melawan Gubernur Jawa Tengah dan PT Semen Gresik (Persero) Tbk, (sejak 20 Desember 2012 menjadi PT Semen Indonesia) Tbk ini adalah Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/17 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan Kegiatan Penambangan dan Pembangunan Pabrik Semen Oleh PT Semen Gresik (Persero) Tbk di Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah (selanjutnya disebut Izin Lingkungan Nomor 660.1/17 tahun 2012). Adapun Amar Putusan MA No.99 PK/TUN/2016 tersebut adalah sebagai berikut:
MENGADILI,
Mengabulkan permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali:
- JOKO PRIANTO, 2. SUKIMIN, 3.SUYASIR, 4.RUTONO, 5.SUJONO, 6.SULIJAN, dan 7. YAYASAN WAHANA LINGKUNGAN HIDUP INDONESIA tersebut;
Membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Surabaya Nomor 135/B/2015/PT.TUN.SBY., tanggal 3 November 2015 yang menguatkan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang Nomor 064/G/2014/PTUN.SMG, tanggal 16 April 2015;
MENGADILI KEMBALI,
Mengabulkan gugatan Para Penggugat untuk seluruhnya;
Menyatakan batal Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/17 Tahun 2012, tanggal 7 Juni 2012, tentang Izin Lingkungan Kegiatan Penambangan oleh PT Semen Gresik (Persero) Tbk, di Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah;
Mewajibkan kepada Tergugat untuk mencabut Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/17 Tahun 2012, tanggal 7 Juni 2012, tentang Izin Lingkungan Kegiatan Penambangan oleh PT Semen Gresik (Persero) Tbk, di Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah;
Meski demikian, harapan para petani dan masyarakat perdesaan di Kabupaten Rembang untuk menyelamatkan lingkungan, air, dan ruang hidupnya di sekitar Pegunungan Kendeng untuk keberlanjutan anak cucu mereka dari ancaman eksploitasi pabrik semen belum terwujud. Memenangkan tahapan Peninjauan Kembali sebagai upaya hukum luar biasa sekaligus terakhir tidak lantas membuat warga Rembang sepenuhnya menang.Hal ini lantaran Gubernur Jawa Tengah berupaya menyiasati putusan ini. Penyiasatan ini dilakukan dengan beberapa tindakan sebagai berikut:
- Adanya pernyataan dari Gubernur Jawa Tengah bahwa tidak ada perintah dalam putusan yang menyatakan bahwa pabrik harus dihentikan. Tidak adanya perintah untuk menutup pabrik dijadikannya sebagai alasan untuk meneruskan pembangunan pabrik semen di Rembang.
Padahal ditinjau dari segi hukum administrasi, pembangunan pabrik merupakan kegiatan kegiatan turunan yang timbul atas penerbitan izin lingkungan a quo.Secara eksplisit, diktum kedua dalam Izin Lingkungan a quo pun sudah dinyatakan bahwa “ruang lingkup kegiatan izin lingkungan mencakup keseluruhan kegiatan sebagaimana tercantum dalam dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL) Rencana Penambangan dan Pembangunan Pabrik Semen oleh PT Semen Gresik (Persero) Tbk. …”. Disamping itu, merujuk kepada aturan main yang ditetapkan oleh Pasal 40 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, jika izin lingkungan yang menjadi syarat diterbitkannya izin usaha dan/atau izin kegiatan (termasuk didalamnya izin operasi dan izin konstruksi) dinyatakan batal, maka izin usaha dan/atau izin kegiatan tersebut dibatalkan
- Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo secara diam-diam menerbitkan Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/30 tahun 2016 tentang Izin Lingkungan Kegiatan Penambangan Bahan Baku Semen dan Pembangunan Serta Pengoperasian Pabrik Semen PT Semen Indonesia (Persero) Tbk di Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah (selanjutnya disebut Izin Lingkungan Nomor 660.1/30 tahun 2016) pada tanggal 9 November 2016.
Penerbitan Izin Lingkungan Nomor 660.1/30 tahun 2016 tersebut merupakan respon dari surat permohonan dari Direktur Enjiniring PT Semen Indonesia perihal Permohonan Perubahan Izin Lingkungan tertanggal 13 September 2016. Meskipun sudah disahkan sejak tanggal 9 November 2016, Izin Lingkungan ini baru diketahui warga pada tanggal 9 Desember 2016 paska mengadakan longmarch Rembang-Semarang selama 5 hari. Padahal, dengan dibatalkannya Izin Lingkungan Nomor 660.1/17 tahun 2012 oleh Mahakamah Agung sudah seharusnya tidak diterbitkan lagi segala izin yang ada memiliki korelasi dengan Izin Lingkungan tersebut.
Di dalam SK baru tersebut juga terdapat kejanggalan lain. Diktum kedelapan Izin Lingkungan ini yang berbunyi, “Dengan berlakunya Keputusan Gubernur ini maka Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/17 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan Kegiatan Penambangan dan Pembangunan Pabrik Semen oleh PT Semen Gresik (Persero) Tbk. Di Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah dinyatakan Tidak Berlaku”. Artinya, Izin Lingkungan Nomor 660.1/30 tahun 2016 telah membatalkan seluruhnya Izin Lingkungan Nomor 660.1/17 tahun 2012. Sementara, pembatalan seluruhnya atas kebijakan lama dan menerbitkan suatu kebijakan baru merupakan penggantian dan oleh karenanya bukan perubahan.Perubahan dalam suatu kebijakan harusnya dilakukan hanya kepada sebagian ketentuan, dan bagian-bagian yang tidak diubah tetap berlaku;
- Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo membuat manuver selanjutnya yaitu membentuk Tim Supervisi Penyusunan Dokumen Adendum AMDAL Kegiatan Penambangan Bahan Baku Semen Dan Pembangunan Serta Pengoperasian Pabrik Semen PT. Semen Indonesia (PERSERO) TBK, di Kabupaten Rembang Provinsi Jawa Tengah, yang ditetapkan melalui Keputusan Gubernur Jawa Tengah, Nomor 660.1/32 Tahun 2016. Lagi-lagi, keputusan membentuk tim ini adalah bagian dari siasat politik untuk menghindari Putusan MA untuk mencabut izin lingkungan pabrik Semen Indonesia. Selain itu, hingga saat ini tidak ada peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum bagi penyusunan Adendum ANDAL, RKL dan RPL. Sehingga penyusunan Adendum ANDAL, RKL dan RPL untuk kegiatan dan/atau usaha apapun yang tergolong wajib AMDAL di Indonesia tidak memiliki dasar hukum.Pembentukan Tim Supervisi ini juga bertentangan dan menyalahi rekomendasi pertemuan warga Kendeng dengan Presiden Jokowi pada tanggal 2 Agustus 2016.
Pada tanggal tersebut, dalam pertemuan antara Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPP) dengan Joko Widodo, diperoleh hasil pertemuan adalah sebagai berikut (Sumber: Kepala Biro Pers, Media dan Informasi Sekretariat Presiden):
- Perlu segera dibuat analisa Daya Dukung dan Daya Tampung Pegunungan Kendeng melalui KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis);
- Pelaksanaan KLHS akan dikoordinir oleh Kantor Staf Kepresidenan (KSP) mengingat masalah di Kendeng bersifat lintas kementerian dan lintas daerah (meliputi 5 Kabupten, 1 Provinsi);
- Dalam pelaksanaan KLHS nanti Kementerian LHK sebagai Ketua Panitia Pengarah;
- Selama proses KLHS yang akan dilakukan selama 1 tahun, semua izin dihentikan;
- Pemerintah menjamin proses dialog/rembugan multi pihak yang sehat selama proses KLHS berlangsung.
Menindaklanjuti rekomendasi pertemuan tersebut, diadakanlah pertemuan tanggal 14 Desember 2016, bertempat di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), yang dipimpin oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan dihadiri antara lain oleh Menteri BUMN, Deputi Kantor Sekretariat Presiden (KSP), Gubernur Jawa Tengah dan Direktur Utama PT Semen Indonesia, disepakati dibentuk Tim Kecil untuk membantu Gubernur Jawa Tengah untuk menyusun Surat Jawaban terhadap Putusan Peninjauan Kembali MA Nomor 99 PK/TUN/2016. Tim Kecil ini dibentuk atas permintaan Gubernur Jawa Tengah, dan beranggotakan wakil dari Kementerian LHK, KSP dan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, tidak dibahas sama sekali pembentukan Tim Supervisi Penyusunan Dokumen Adendum ANDAL, RKL dan RPL. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pembentukan Tim Supervisi sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/32 Tahun 2016 BUKAN merupakan hasil kesepakatan pertemuan tanggal 14 Desember 2016.
Kami berpendapat bahwa Putusan Nomor 99 PK/TUN/2016 telah menyatakan bahwa dalam proses pembuatan AMDAL yang menjadi dasar terbitnya Izin Lingkungan Nomor 660.1/17 tahun 2012 telah mengalami cacat prosedur. Akibatnya, jika ada izin lingkungan yang diterbitkan berdasarkan objek sengketa Putusan PK yang telah dinyatakan batal dan/atau diterbitkan berdasarkan AMDAL yang cacat prosedur tersebut, maka secara mutatis mutandis menjadi izin lingkungan yang cacat yuridis.Oleh karena itu, Izin Lingkungan Nomor 660.1/30 tahun 2016 batal demi hukum.
Dengan pertimbangan diatas, maka izin lingkungan Nomor 660.1/30 tahun 2016 tidak memiliki dokumen AMDAL (lantaran telah dinyatakan cacat prosedur). Penerbitan izin lingkungan tanpa memiliki dokumen AMDAL merupakan pelanggaran terhadap Pasal 37 ayat (1) UU PPLH dan berdasarkan ketentuan Pasal 111 ayat (1) UU PPLH dapat diancam dengan pidana penjara maksimal tiga tahun dan denda maksimal tiga Miliar Rupiah.
Disamping itu, memaksakan kehendak dengan penerbitan Izin Lingkungan Nomor 660.1/30 tahun 2016 sama saja artinya Gubernur Jawa Tengah menentang asas kepastian hukum, asas kemanfaatan, asas ketidakberpihakan, asas kecermatan, asas tidak menyalahgunakan kewenangan, asas keterbukaan, asas kepentingan yang semuanya merupakan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik.
Keluarnya SK Izin lingkungan No. 660.1/30 pada 9 November 2016 tentang Kegiatan Penambangan Bahan Baku Semen dan Pembangunan serta Pengoperasian Pabrik Semen dapat dilihat sebagai perbuatan melawan hukum, pelecehan, pengabaian, dan penyelundupan hukum yang mengingkari Putusan MA. Keluarnya izin baru dengan dalil “hanya berupa amandemen bukan izin baru” dengan alasan perusahaan telah berganti nama dari PT. Semen Gresik ke PT. Semen Indonesia, termasuk perubahan luasan tambang dari 520 hektar menjadi 293 hektar, di atas lokasi dan kegiatan yang masih sama dengan izin sebelumnya adalah bagian dari siasat politik dan hukum untuk Mengingkari Amar Putusan MA, sebagaimana dijelaskan di atas.
Pertimbangan Putusan MK Nomor Register 99/PK/TUN 2016 tertanggal 5 Oktober 2016 menyatakan telah terjadi penyelewengan dan cacat prosedur dalam proses pembangunan pabrik PT Semen Indonesia tersebut.
Implikasi pembatalan Izin Lingkungan telah diatur dalam pasal 40 ayat (2) UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.Bahwa “Dalam hal izin lingkungan dicabut, izin usaha dan/atau kegiatan dibatalkan”.Artinya seluruh kegiatan yang dilakukan PT Semen Gresik dibatalkan. Tak ada dasar hukum pengecualian apabila perusahaan telah berganti nama. Dengan demikian, maka hukuman pembatalan izin tetap melekat.Sehingga jelaslah Ganjar Pranowo telah melakukan perbuatan melawan hukum karena mengingkari putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Kegiatan tambang semen, selain akan menggusur lahan, area eksploitasi operasi pabrik juga akan merusak daerah Cekungan Air Tanah (CAT) Watuputih di Pegunungan Kendeng yang menopang kebutuhan air bagi sekitar 153.402 petani Rembang. Padahal CAT Watuputih telah ditetapkan oleh Presiden melalui Keputusan Presiden RI nomor 26/2011 sebagai salah satu CAT yang seharusnya dilindungi.
Mengacu konstitusi agraria kita, bahwa bumi, termasuk tanah, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, merupakan sumber kekayaan agraria yang harus dilindungi oleh Negara dan diperuntukkan sebesar-besarnya untuk keadilan dan kesejahteraan rakyat sesuai Pasal 33 UUD 1945 dan Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5/1960.
Hak petani atas tanah juga telah dijamin oleh UU No. 19/2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani (UU Perlintan) dalam bentuk kepastian hak atas tanah dan lahan pertaniannya. Hak agraria petani Rembang juga dilindungi UU No.41/2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, dimana aktivitas pembangunan lainnya harus menjamin perlindungan fungsi lahan pertanian yang ada.
Penerbitan izin untuk pembangunan pabrik semen oleh pemerintah Jawa Tengah di wilayah pegunungan Kendeng, Rembang tanpa memperhatikan dampak sosial, budaya, ekonomi dan ekologis yang lebih utuh dan luas, merupakan tindakan yang telah merampas hak-hak dasar warga Rembang di sekitar Pegunungan Kendeng. Hak dasar petani dan msyarakat sekitar Kendeng yang telah turun temurun bergantung dari ruang hidup Pegunungan Kendeng terus menerus diabaikan demi tujuan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan target ekspor semen.
Padahal produksi ekspor semen telah mengalami surplus secara nasional.Menurut data Kementrian Perindustrian, produksi semen mengalami suplus (oversupplay) sekitar 25 % dari kebutuhan.Selaras dengan itu menurut Asosiasi Semen Indonesia (ASI), oversupplay produksi semen di dalam negeri mencapai 25-30 % dari konsumsi yang mencapai 65 juta ton.Sehingga lebih banyak diorientasikan guna kebutuhan eksport. Selain itu, kepemilikan saham Semen Indonesia, juga tidak seratus persen milik negara (sejak 2010, kepemilikan saham Pemerintah Indonesia sebesar 51% dan 49% publik). Artinya, klaim bahwa Semen Indonesia demi kepentingan nasional layak untuk ditinjau ulang.Apalagi cara dan bagaimana praktik industri ektraktif semen di sekitar pegunungan Kendeng ini kerap mengabaikan prinsip-prinsip keadilan sosial dan keberlanjutan ekologis.
Adalah kewajiban konstitusional negara menempatkan masyarakat petani dan rakyat di Pegunungan Kendeng sebagai warga negara yang memiliki hak agraria sebagai pemilik, pengolah, sekaligus penjaga keberlanjutan kekayaan agrarianya; bumi, tanah-airnya dihormati.Pemberian ijin pembangunan pabrik Semen Indonesia di Rembang dan pabrik semen lainnya di Pegunungan Kars Kendeng menunjukkan watak dasar kebijakan pembangunan saat ini, yang lebih menitikberatkan pada tujuan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan, namun mengabaikan prinsip keadilan sosial-ekologis, pemerataan, dan keberlanjutan layanan alam.
Keluarnya izin lingkungan baru dengan beragm dalih dan pengingkarannyaberikut beragam siasat politik pengingkaran atas kepatuhan hukum untuk melaksanakan Putusan MA yang dilakukan oleh Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo adalah penjelas posisi dan pemihakan politik yang lebih mendahulukan kepentingan investasi modal dan pembangunan berbasis industriekstraktif dan mengabaikan rasa keadilan dan prinsip keberlanjutan ekologis jangka panjang. Sebab, tidak ada alasan dan dasar apapun untuk tidak menjalankan amar putusan MA, khususnya untuk segera mencabut izin lingkungan pembangunan pabrik Semen Indonesia di Rembang tersebut, sebab putusan PK tersebut telah berkekuatan hukum tetap.
Dengan dasar pertimbangan dan memperhatikan fakta-fakta di atas, kami mengajak seluruh masyarakat, terutama masyarakat Jawa Tengah untuk terus mengawal hasil keputusan MA agar keadilan agraria bagi warga Kendeng bisa ditegakkan. Di mana pada tanggal 17 Januari 2017 nanti adalah batas akhir Gubernur Ganjar Pranowo untuk mencabut izin lingkungan PT. Semen Indonesia. Publik harus terus mengawal proses ini, agar Gubernur Ganjar dan tim kecil yang dibuatnya tidak lagi melakukan tindakan melawan hukum dan mengabaikan hak dasar masyarakat atas tanah, air, dan ruang hidupnya dengan cara mengeluarkan hasil kajian yang tidak sesuai dengan putusan MA.
Atas dasar seluruh pertimbangan di atas maka kami, dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Keadilan Kendeng menuntut kepada:
- Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo sebagai pihak pemberi izin untuk mematuhi putusan PK MA, dengan segera mencabut SK Gubernur Jawa Tengah No 660.1/17 Tahun 2012 terkait Izin Lingkungan atas PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. di Kabupaten Rembang Jawa Tengah;
- Mencabut Izin turunan dari Izin Lingkungan Nomor 660.1/17 tahun 2012 termasuk izin usaha dan izin konstruksi. Dengan demikian, seluruh proses kegiatan persiapan penambangan semen di Kabupaten Rembang harus dihentikan;
- Meminta Ganjar Pranowo selaku Gubernur Jawa Tengah yang bertanggung jawab atas pembangunan pabrik PT. Semen Indonesia di Rembang agar segera menghentikan siasat-siasatnya politiknya dalam upaya mengingkari keputusan peradilan dan hukum dan termasuk upaya-upaya yang mengarah pada bentuk kriminalisasi terhadap petani dan warga pegunungan Kendeng yang menolak pembangunan Semen Indonesia di Rembang;
- Mengingatkan konsekuensi ketidakpatuhan hukum dengan ancaman Pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 111 ayat (1) UU PPLH berkorelasi dengan Izin Lingkungan Nomor 660.1/30 tahun 2016;
- Presiden Joko Widodo, sebagai pimpinan pemerintahan yang tertinggi, menjamin dan memastikan aparatnya di bawah (Gubernur) untuk mematuhi putusan Mahkamah Agung, melindungi hak-hak agraria dan lingkungan warga Rembang, sekaligus memberikan teguran serta sanksi kepada Gubernur atas upaya pengingkaran hukum dan kesepakatan politik Presiden atas kasus Rembang;
- Presiden atau Menteri Dalam Negeri segera mencabut SK Gubernur tentang izin lingkungan (baru) No. 660.1/30 tertanggal 9 November 2016, yang memberikan legitimasi hukum maupun politik terhadap operasi perusahaan semen di Rembang;
- Presiden Jokowi, Gubernur dan Bupati harus menjamin prioritas pemenuhan dan penghormatan hak-hak dasar warga Rembang atas kekayaan agraria (bumi; tanah, air, udara dan seluruh kekayaan alam yang terkandung di dalamnya), sebagai sumber keberlangsungan dan keberlanjutan hidupnya, baik sebagai petani di sekitar Pegunungan Kendeng sebagaimana telah diatur oleh konstitusi;
- Meminta Presiden RI, Kapolri, dan Kapolda Jateng menghentikan kriminalisasi pada warga Rembang;
- Segala bentuk pembangunan (sektor tambang dan sektor lainnya), yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi haruslah selaras, bahkan tidak bersifat mengingkari, dengan rencana pembangunan lainnya yang memegang prinsip keadilan, kesejahteraan dan keberlanjutan, yakni prinsip-prinsip keadilan agraria, kedaulatan pangan dan perlindungan hak-hak petani (perempuan dan laki-laki);
- Mengajak seluruh elemen bangsa, publik secara luas untuk bersama-sama mengawal dan menjadi bagian dari perjuangan Petani Kendeng, memastikan keadilan agraria di Pegunungan Kendeng dapat dipenuhi.
Demikian pernyataan ini kami sampaikan.Mari bersama-sama terus kita kawal perjuangan warga Rembang dan Pegunungan Kendeng untuk menyelamatkan tanah, air dan ruang hidup mereka demi anak cucu kita mendatang.Pegunungan Kendeng adil dan lestari untuk kelestarian Negeri dan Bumi Pertiwi.
Jakarta, 16 Januari 2017
Hormat kami
Masyarakat Sipil untuk Keadilan Kendeng