Setelah mengikuti Pelatihan Paralegal Tingkat Lanjut (dalam rentang waktu antara Desember 2020 s/d Januari 2021), sebanyak 93 paralegal desa gambut di 6 provinsi (Riau, Sumatera Selatan, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan) sudah melaksanakan 214 kegiatan pasca pelatihan untuk memitigasi dan menyelesaikan konflik tenurial di wilayahnya masing-masing. Kegiatan paralegal pasca pelatihan tersebut dilakukan dengan beberapa bentuk seperti: 1) Penyadaran hukum; 2) Konsultasi kasus; 3) Mediasi konflik; 4) Negosiasi konflik; 5) Dampingan hukum; dan 5) Investigasi kasus. Sebagai contoh, beberapa paralegal mendampingi warga desa bernegosiasi dengan pihak ketiga (pemerintah maupun swasta) dalam rangka resolusi konflik pada kawasan hutan dan juga pada konsesi perkebunan.
Kegiatan paralegal pasca pelatihan ini terlaksana atas bantuan dana United Democracy Fund (UNDEF) dan dukungan Organisasi Bantuan Hukum di enam provinsi, diantaranya: LBH Pekanbaru, LBH Palembang, Kantor Hukum Musri Nauli & Associates, PBHK Kalimantan Barat, LBH Palangkaraya, dan Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum untuk Wanita dan Keluarga (LKBHuWK) Kalimantan Selatan.
214 Kegiatan Paralegal Paska Pelatihan tersebut kurang lebih berlangsung selama 6 bulan, sejak Februari hingga Agustus 2021. Kegiatan tersebut telah melibatkan 4459 warga desa gambut (79% laki-laki dan 21% perempuan) di enam provinsi. Diantara berbagai jenis kegiatan, kegiatan penyadaran hukum merupakan kegiatan terbanyak yang dilakukan, yaitu sebesar 98 kegiatan atau setara dengan 44,5% dari total keseluruhan kegiatan. Terdapat 8 (delapan) tema penyadaran hukum yang dipilih paralegal karena dianggap relevan dengan kondisi dan kebutuhan warga desa gambut, diantaranya: 1) Jerat hukum ujaran kebencian; 2) Legalitas jual beli tanah; 3) Larangan membuka lahan dengan membakar; 4) Penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan; 5) Perjanjian hutang piutang; 6) Perlindungan bagi korban kekerasan dalam rumah tangga; 7) Pidana main hakim sendiri; dan 8) Poligami dan pernikahan siri.
After attending the Advanced Paralegal Training (in the period between December 2020 to January 2021), 93 peat village paralegals in 6 provinces (Riau, South Sumatra, Jambi, West Kalimantan, Central Kalimantan, South Kalimantan) have carried out 214 post-training paralegal activities to mitigate and resolve conflicts, including tenure conflicts in their respective areas. Post-training paralegal activities are carried out in several forms, such as: 1) Legal awareness; 2) Case consultation; 3) Conflict mediation; 4) Conflict negotiation; 5) Legal assistance; and 5) Case investigation. For example, several paralegals assist villagers in negotiating with third parties (government or private) in the context of conflict resolution in forest areas and also in plantation concessions.
This paralegal activities were carried out with funding from the United Democracy Fund (UNDEF) and the support of Legal Aid Organizations in six provinces, including: LBH Pekanbaru, LBH Palembang, Law Office of Musri Nauli & Associates, PBHK West Kalimantan, LBH Palangkaraya, and the Consulting and Legal Aid for Women and Families (LKBHuWK) South Kalimantan.
The 214 Post-Training Paralegal Activity lasted for approximately 6 months, from February to August 2021, and will continue until March 2022. The activities involved 4459 peat village residents (79% male and 21% female) in six provinces. Among various types of activities, legal awareness activities were the most carried out, amounting to 98 activities or equivalent to 44.5% of the total activities. There are 8 (eight) themes of legal awareness chosen by paralegals because the themes considered relevant to the conditions and needs of peat village residents, including: 1) Legal snares for hate speech; 2) Legal procedure of land transaction; 3) Prohibition of clearing land by burning; 4) Narcotics and drugs abuse laws; 5) Legal rules of debt agreement; 6) Protection for victims of domestic violence; 7) Criminal vigilante; and 8) Polygamy and unregistered marriage.