[Jakarta, 27 April 2015] Pada Pertemuan Dialog Nasional Percepatan Pengakuan Wilayah Adat dan Wilayah Kelola Rakyat di Lombok, 17 – 18 April 2015 lalu, Bupati Kabupaten Tambrauw, Papua Barat telah berkomitmen untuk mendorong percepatan pengakuan Masyarakat Adat dan perluasan wilayah kelola rakyat.
Pernyataan senada juga disampaikan oleh Gabriel Titit, Ketua DPRD Kabupaten Tambrauw, Papua Barat dalam Diskusi Penyusunan Naskah Akademik Ranperda Masyarakat Adat Kabupaten Tambrauw yang diadakan oleh Epistema Institute dan Samdhana pada 20 – 21 April 2015.
Gabriel juga berharap agar rencana peraturan daerah terkait dengan masyarakat hukum adat ini dapat mendukung upaya untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan di Kabupaten Tambrau.
Sementara itu, Yance Arizona dari Epistema Institute menjelaskan, “Merujuk pada UU No. 23/2014 tentang Pemerintah Daerah, pihak yang berwenang dalam mengatur wilayah adat berada di tingkat Kabupaten/Kota, sehingga untuk menetapkan wilayah adat dapat menggunakan Perda maupun SK Bupati. Selain itu, wilayah adat juga bisa dimasukkan dalam Perda RTRW yang di dalamnya ada wilayah adat atau tanah adat.”
Kabupaten Tambrauw merupakan kabupaten pemekaran dari sebagian wilayah Kabupaten Sorong berdasarkan UU RI No. 56 Tahun 2008. Ada 5 suku di Kabupaten Tambrau, yaitu Suku Mpur, Irires, Miyah, Abun, dan suku Bikar.
Upaya Pengakuan Wilayah Adat di Kabupaten Tambrauw juga didukung dengan pemetaan seperti tercantum dalam Permendagri No. 52/2014 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat dan Permenag Agraria No. 5/1999.[]
Kontak lebih lanjut dapat menghubungi Yance Arizona, Hp. 0852 8086 0905