Senin (18/12) seri kedua Lingkar Belajar Advokasi Hukum dilaksanakan di Kantor Yayasan Masyarakat Kehutanan Lestari mendiskusikan soal “Strategi Teknis Persidangan”.
Pada seri kedua ini pembicara diisi oleh Frederick Pinakunary dan Emilianus Ola Kleden dengan dimoderatori Asep Yunan Firdaus.
Frederick yang diberi kesempatan pertama memaparkan hal-hal yang harus disiapkan dalam menempuh jalur persidangan perdata. Hal dasar seperti kelengkapan dokumen, kebenaran informasi dan gugatan yang dituju merupakan bagian teknis yang mesti diperhatikan.
Menurut pengalaman Frederick, para penggugat yang kebanyakan para aktivis ini terkadang luput memperhatikan hal kecil. Sebagai pengacara yang pernah menangani beberapa klien tergugat, Frederick berusaha agar waktu persidangan bisa diulur selama mungkin.
Upaya lain dari pihak tergugat juga bakal mengeluarkan banyak eksepsi. Hal ini untuk mempertanyakan keabsahan yang diberikan dari pihak penggugat.
Frederick mengatakan tujuan dari semua upaya pihak tergugat adalah NO (Niet Ontvankelijke Verklaard). “Ketika persidangan diputuskan NO, maka hal tersebut bakal mempengaruhi spirit para penggugat”, tambah frederick.
Perihal hal dasar yang dapat memengaruhi persidangan Frederick bercerita soal kasus ExxonMobil di blok Cepu. Para aktivis seperti Gus Dur Megawati, dan Amien Rais ikut memprotes soal kerugian karena pengelolaan blok Cepu yang dipegang pihak asing.
Namun, pada saat itu yang jadi kendala adalah banyak tanggal gugatan yang lebih dahulu ada ketimbang pembuatan surat kuasanya. Menurut Frederick, dalam hukum formil ini bisa diputuskan NO.
“Jadi, apa yang saya lakukan itu sudah menang satu langkah, karena dari pihak penggugat tidak memperhatikan kerapian dokumen”, tambah Frederick. Akhirnya, pada kasus Exxonmobil, hakim memutuskan persidangan NO karena gugatannya prematur.
Cerita lain soal hal teknis yang mesti diperhatikan adalah error in persona. Dalam kasus tumpahan minyak dari sumur Montara yang berdampak di Pulau Rote. Pemerintah Indonesia yang menuntut lewat Jaksa Pengacara Negara salah menggunakan nama perusahaan yang diduga bertanggung jawab masalah ini.
Frederick meminta untuk mencabut surat gugatan itu di persidangan. Pasalnya gugatan yang dilayangkan tidak sesuai dengan nama perusahaan yang dia bela.
“Kita juga nggak mau sidang dengan bukan nama kita”, tandas Frederick. Akhirnya beberapa bulan gugatan tersebut dicabut pada 2018.
Perihal legal standing pihak penggugat pun menjadi hal yang mesti diperhatikan. Hal ini terjadi pada kasus Semen Gresik dan Yayasan Minang Maimbau pada periode 2004-2005 yang ditangani Frederick.
Yayasan Minang Maimbau menggugat Semen Gresik yang sudah mengadakan perjanjian konsolidasi dengan Semen Padang pada 1995 itu tidak sah.
Pada akhirnya gugatan Yayasan Minang Maimbau ditolak di Pengadilan Tinggi Sumatera Barat juga Mahkamah Agung, dan kasus ini dimenangkan pihak tergugat.
“pengadilan tinggi setuju dengan gugatan ini dan bahwa hal-hal yang teknis seperti ini perlu juga diluruskan”, kata frederick. Dirinya pada kasus ini mengajukan eksepsi diskualifikasi yang artinya pihak penggugat tidak punya kualifikasi untuk menggugat.
Membekali pihak penggugat dengan rincian kerugian juga bisa menambah kekuatan di dalam persidangan.”Tentunya penggugat bisa membuktikan tuntutannya dari pembuktian yang saintifik dan logis”, tandas Frederick.
Dari pembicara lain, Emilianus lebih mengetengahkan soal klaim hak dalam kacamata hukum. Menurut Emilianus ada beberapa hal yang mesti diperjelas dalam mengklaim khususnya perihal tanah.
Emilianus berpendapat, dalam konteks hak itu harus dipenuhi dahulu soal objek dan subjek. “Klaim harus dibuktikan dengan beberapa hal antara lain tindakan verbal, fisik dan transaksi”, kata Emilianus.
Klaim itu yang nantinya akan melekatkan hubungan antara objek dengan subjek. “Jika objeknya itu belum ada, maka klaim tidak bisa ditetapkan”, tambah Emilianus.
Emilianus memberi contoh kasus yang terjadi pada klaim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sebagai pihak berwenang di beberapa konsesi. “Ketika syarat klaim seperti temu gelang belum dikeluarkan maka konsesi itu tidak bisa diakui sebagai objek milik KLHK”, kata Emilianus.
Emilianus juga menambahkan soal perbedaan dua soal antara yang berhak dan berwenang. Menurut Emilianus dalam konteks berhak, subjek dapat membuktikannya dengan tindakan yang dilakukan dan diakui. Sedangkan, berwenang merupakan hak istimewa yang diberikan untuk mengatur.
“Perbedaan dari keduanya, yaitu orang yang berwenang bisa mengatur tetapi tetap tidak punya hak”, tambah Emilianus.