Feasibility Studies to Protect Balikpapan Bay Mangrove Landscape

Kerja sama ini bertujuan untuk melakukan FPIC, mengumpulkan data awal dan memastikan dukungan dari para pihak, khususnya masyarakat dan pemerintah, untuk inisiasi perlindungan dan pengelolaan mangrove berbasis masyarakat di Bentang Alam Mangrove Teluk Balikpapan. Luaran yang diharapkan adalah:

  • Data dan informasi tentang kondisi keanekaragaman hayati, sosial, dan spasial ekosistem mangrove di Teluk Balikpapan.
  • Notulen kesepakatan dokumen perencanaan strategis perlindungan dan pengelolaan mangrove berbasis masyarakat. Kegiatannya adalah:1) Kunjungan ke Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) untuk bertemu dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten, dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD); 2) FGD dengan Pemerintah Daerah PPU, Bappeda, DLH, dan DPMD untuk membangun komitmen – titik temu tentang perlindungan dan pengelolaan mangrove berbasis masyarakat.
  • Penilaian sosial, spasial, dan keanekaragaman hayati Kawasan Mangrove Teluk Balikpapan. Penilaian akan diprioritaskan pada kawasan mangrove yang luas di Desa Mentawir, Maridan, Bumi Harapan, Wonosari, Pemaluan.
  • Penyerahan hasil penilaian.
  • Lokakarya perencanaan strategis perlindungan dan pengelolaan mangrove berbasis masyarakat untuk membangun kolaborasi dengan IKN, Pemerintah Kabupaten PPU. Lokakarya akan mengundang perwakilan perguruan tinggi, LSM lokal/nasional di Kalimantan Timur, desa, masyarakat adat, Camat Sepaku, pemerintah daerah PPU.

Keluaran yang diharapkan dari lokakarya ini adalah dokumen kesepakatan dokumen perencanaan strategis, termasuk usulan kerangka kebijakan perlindungan dan pengelolaan mangrove berbasis masyarakat.

Lokasi yang diusulkan mencakup area seluas 8.293 hektare, yang terdiri dari 12 jenis mangrove (mangrove primer yang masih terjaga (1.720,66 ha) dan mangrove sekunder (4.219,36 ha). Ekosistem ini merupakan habitat bagi 3 jenis mamalia, 1 jenis reptil, 16 jenis burung, 25 jenis ikan, 8 jenis krustasea, dan 7 jenis moluska. Beberapa di antaranya terancam punah, yaitu bekantan (Nasalis larvatus), duyung (Dugong dugon), dan lumba-lumba laut (Orcaella brevirostris). Ekosistem ini juga merupakan sumber penghidupan penting bagi masyarakat sekitar (kepiting, udang, lobster, dan juga bahan baku untuk menghasilkan berbagai produk olahan) dan juga tempat ritual bagi mereka (ritual besoyong). Potensi ancaman dari keberadaan ekosistem mangrove adalah proses pembangunan ibu kota baru, khususnya pembangunan pelabuhan. Oleh karena itu, penting untuk melindungi ekosistem mangrove melalui pembentukan pengelolaan konservasi mangrove berbasis masyarakat.

Berikut lampiran peta kearifan lokal di 5 wilayah yang dihasilkan dari studi ini: