Pemerintah telah mulai mengubah pandangannya terhadap keberadaan Areal Konservasi Kelola Masyarakat Adat (AKKMA) dan peran masyarakat adat dan lokal dalam konservasi. Direktorat Jenderal KSDAE (Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem) pada Kementerian LHK (lingkungan hidup dan kehutanan) telah menegaskan pendekatan baru dalam pengelolaan kawasan hutan konservasi. Salah satu pendekatan tersebut adalah menempatkan masyarakat adat dan lokal sebagai salah satu subjek pengelola kawasan konservasi.
Namun begitu, pengakuan hukum terhadap masyarakat hukum adat di dalam kenyataannya masih sebatas pengakuan keberadaannya saja (subyek). Sedikit sekali, pengakuan keberaadaan masyarakat hukum adat tersebut disertai pengakuan hukum terhadap wilayah adat yang menjadi ruang hidupnya. Implikasinya, masyarakat adat yang hendak mengelola wilayah adatnya masih harus melalui proses hukum lainnnya, misalnya pemetaan wilayah adat dan pendaftarannya. Kondisi ini menjadi tantangan sendiri dan oleh WGII sedang diadvokasikan melalui revisi UU 5/1999.
Dengan mempertimbangkan kerangka hukum mengenai konsevasi dan praktik-praktik konservasi oleh masyarakat adat dan lokal di Indonesia, kajian ini membahas : 1) bagaimana kerangka hukum konservasi di Indonesia dan pengakuan dan perlindungan AKKMA serta; 2) praktik AKKMA oleh masyarakat adat dan lokal di beberapa wilayah di Indonesia.
Selengkapnya unduh hasil kajian kami di: Analisa Regulasi dan Kelembagaan Mengenai Areal Kelola Konservasi Masyarakat Adat dan Lokal di Indonesia