Perubahan iklim merupakan isu strategis selama bertahun-tahun baik dalam skala nasional maupun internasional, salah satunya adalah Konferensi Para Pihak ke-13 (Conference of parties/COP 13) dari Konvensi Kerangka Kerja Perubahan Iklim PBB (United Nations Framework on Climate Change Conference/UNFCCC) di Bali pada tahun 2007, yang mendorong pemerintah untuk melakukan ujicoba mekanisme pengurangan emisi, degradasi dan deforestasi di negara-negara berkembang, maka pemerintah RI menetapkan kebijakan untuk mengurangi emisi karbon dari deforestasi dan degradasi hutan. Pada KTT G-20 di Pittsburgh Amerika Serikat, Indonesia melalui Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan komitmen untuk mengurangi emisi karbon sesuai Bali Roadmap sebesar 26% hingga tahun 2020. Hal ini ditegaskan kembali pada putaran Perundingan COP–15 di Copenhagen, Desember 2009. Draft strategi nasional REDD+ telah disusun oleh Kementrian Bappenas pada November 2010 yang merupakan panduan implementasi REDD+ dalam kaitannya dengan pemenuhan komitmen 26%, 41% dan lebih dari 41%.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian merupakan penelitian normatif dengan alasan, kebijakan-kebijakan yang dihasilkan pemerintah berhubungan dengan perubahan iklim dan REDD+ dilihat dalam kerangka normatif. Pandangan ini didasarkan pada satu pemahaman bahwa wujud kebijakan apapun dalam bingkai negara hukum dapat dilihat dari produk hukum yang mendasarinya (kebijakan ternormatifikasi). Meskipun sasaran penelitian ini berupa sekelompok norma positif, tetapi aspek-aspek lain tetap dibutuhkan dalam hal untuk memberikan jawaban atas dua pertanyaan dalam penelitian ini seperti ilmu lingkungan, manajemen (administrasi publik), dan aspek-aspek lain yang relevan.
Penulis: Ines Thioren dan Muhammad Muhdar
Kategori: Working Paper
Saran pengutipan:
Thioren, Ines, Muhammad Muhammad Muhdar. Kesiapan Kelembagaan REDD+ di Kalimantan Timur, Kertas Kerja Epistema No.06/2012, Jakarta: Epistema Institute
Dowload: silakan klik di sini