Salah satu tonggak penting perenungan manusia dan juga bangsa-bangsa tentang makna keadilan adalah konsep dan juga deklarasi universal hak asasi manusia (1948) dengan segala turunannya. Keadilan individu dijabarkan dalam hak-hak sipil dan politik (terangkum dalamInternational Covenant on Civil and Political Rights, 1966), dan keadilan yang lebih berwarna sosial dijabarkan dalam hak-hak ekonomis, sosial dan budaya . (terangkum dalam International Covenant on Social, Economic and Cultural Rights, 1966). Kedua kategori keadilan ini biasanya disebut sebagai HAM (hak asasi manusia) generasi pertama dan kedua. Hanya saja, patut dicatat, bahwa perumusan hak-hak asasi manusia masih bersifat minimal. Hak-hak asasi manusia adalah keadilan minimal, baik minimal dari sisi konseptual, temporal maupun spasial. Secara konseptual, sebuah rumusan (semi) yuridis jelas mereduksi sebuah konsep filosofis. Secara temporal, sebuah rumusan selalu tertatih-tatih mengikuti gerak jaman. Kemudian, secara spasial pun sebuah rumusan akan punya ‘bias’ budaya tertentu yang belum tentu bisa begitu saja diterapkan dalam konteks atau budaya lain.
Sekarang pun wacana tentang HAM generasi ketiga terus bergulir, yang berusaha mengakomodasi hak-hak yang terkait dengan hak komunal dan hak yang terkait dengan lingkungan hidup atau bisa dikaitkan dengan pencarian makna keadilan ekologis dan eko-sosial. Meski sudah bergulir cukup lama, HAM generasi tiga belum mengental dengan sebutan ‘universal.’ Di lain pihak, berbagai bentuk konvensi internasional yang terkait dengan masalah lingkungan hidup dan pemanasan global sudah muncul dan diberlakukan. Selain konteks kepentingan ekonomi dan politik, yang menyulitkan belum adanya HAM generasi ketiga yang universal adalah juga masih abstrak-nya hak-hak itu dan makna keadilannya. Seperti disebutkan di atas, kalau ‘keadilan’ saja tak gampang dirumuskan, apalagi keadilan ekologis. Meski begitu, penelitian ini tetap mencoba menimang dan menimbang makna keadilan ekologis itu, dengan harapan bisa lebih diterapkan dalam kenyataan. Dikatakan ‘menimang dan menimbang’ karena pada dasarnya penelitian ini tidak bertujuan untuk merumuskan makna keadilan ekologis, melainkan mencoba menelusuri apa yang pernah dikatakan para pemikir, melihat unsur-unsur pokoknya, dan mencoba menggaris-bawahi dan memetakannya.
Penulis: Al. Andang Binawan, Tanius Sebastian
Kategori : Working Paper
Saran pengutipan:
Binawan, Al. Andang, Tanius Sebastian, 2012. Menim(b)ang keadilan eko-sosial, Kertas Kerja Epistema No.07/2012, Jakarta: Epistema Institute
Dowload: silakan klik di sini